Sabtu, 13 Juni 2009

Anakku, Azzahra



Sayang, Bunda tahu kita belum pernah bertemu,

namun Bunda rasakan kehadiranmu membawa bahagia.

Walau singkat kau menyatu di dalam raga dan jiwa Bunda,

namun Bunda akan tetap menyayangimu sampai kapan pun.


Sayang, kau harus mengerti betapa Ayah dan Bunda ingin bertemu denganmu,

Memberimu kasih sayang dan menunjukkan indahnya dunia ini.

Betapa kami merindukanmu jauh sebelum kau hadir,

Betapa kami sangat mencintaimu bahkan sampai kau tak hadir lagi.


Anakku Azzahra sayang,

Walau berat rasanya kami harus melepasmu,

Harus merelakanmu pergi,

Namun kami yakin inilah yang terbaik untuk kita bertiga.

Bunda yakin, suatu saat nanti akan datang penggantimu yang jauh lebih baik.

Insya Allah.

Walau demikian, cinta Bunda kepadamu takkan pernah pudar.

Bunda akan selalu mengingatmu, mengenangmu.

Ayah dan Bunda ikhlaskan kau pergi, Sayang.


Anakku Azzahra, yang pernah menjadi bagian dari hidupku selama lima minggu.

Lima minggu terindah dalam hidup Bunda.

Maafkan Bunda bila tidak bisa melindungi dan merawatmu.

Bunda bersyukur tak terhingga atas karunia-Nya.

Bunda bersyukur kau pernah ada dalam kehidupanku, Sayang.


Anakku Azzahra,

Ayah dan Bunda sangat menyayangimu, Sayang.

Semoga suatu saat kita bisa berjumpa lagi.


Kami yang selalu mencintaimu,

Ayah dan Bunda.

Selasa, 09 Juni 2009

dramatic..

8 Juni 2009 adalah hari bahagia buat kami. Untuk pertama kalinya, setelah bolak-balik dokter untuk mengecek apakah aku benar-benar positif hamil, setelah lebih dari lima test pack kupakai menunjukkan 2 garis, setelah terlambat haid sekitar 3 minggu, akhirnya dokter menyatakan aku hamil.

Alhamdulillah.

Tampak jelas kantung janin yang seminggu lalu sempat diragukan keberadaannya. Hari itu, semua begitu jelas. Dokter pun menjelaskan panjang lebar nutrisi yang sehat untuk bayiku kelak. Dua minggu lagi kami berjanji untuk bertemu, diharapkan sudah ada janin yang mulai mengisi kantungnya nanti.

Seperti tak percaya, penantian kami setelah hampir 5 tahun akhirnya datang juga. Masih di tax, buru-buru kutelefon suamiku yang ternyata sedang menunggu taxi kembali ke kantornya. “Hei, ini aku baru habis dari rumah sakit lagi”. Dia heran, karena memang sengaja paginya aku tidak pamit, bosan juga sering-sering ke rumah sakit. “Ngapain di rumah sakit?” tanyanya. “Abis liat our baby.”

Hening.

“Beneran mbi?”

“Iya, baru 4-5 mingguan sih..tapi dah keliatan nih sekarang.”

Malam itu tak sabar kusambut kedatangan suamiku pulang kantor untuk kutunjukkan foto hasil USG. Dilihatnya dengan seksama. Kuberi dia selamat, “Selamat ya Yah, insya Allah kita akan jadi orang tua.” Wajahnya menunjukkan ketidakpercayaannya. Wajar, kami nyaris patah arang. Justru disaat aku tidak menduga-duganya, tidak mengikuti program dokter sama-sekali, sedang sibuk-sibuknya, aku malah hamil.

Sejak sebelum bertemu dokter, aku sudah sempat shock karena seperti keluar flek coklat. Dokter bilang itu mungkin pengaruh implantasi yang ‘membobol’ rahim supaya mencari posisi yang nyaman bagi janin kelak.

Malam itu flek-flekku masih keluar. Kuberi penjelasan dokter tadi ke suamiku, wajahnya mendadak khawatir. Tapi kebahagiaan kami seakan enggan untuk diinterupsi malam itu.

9 Juni 2009

Pagi aku bangun dengan persinggahan pertama kamar mandi, seperti biasa. Kaget luar biasa, mendapati urinku bercampur dengan darah seperti haid. Padahal selama aku tidur celanaku bersih, tanpa flek. Segera kucari informasi seputar perdarahan pada kehamilan muda di internet. Kami mulai pasrah. Dokter menyarankanku untuk istirahat total 2 hari dan minum vitamin C. Semula perdarahanku hanya keluar bila aku pipis. Tengah hari setelah aku bangun tidur, kurasakan darah segar keluar saat aku tidur.

Kutelefon temanku yang pernah mengalami hal yang sama, dan dia mengaku biasanya kalau darah segar yang keluar, kandungan sudah gugur.

Kutelefon suamiku di kantor yang sedang sibuk menceritakan kegundahanku. Tak lama kemudian, ibu mertuaku menelefon. Semula masih begitu ceria, dia juga baru tahu aku hamil muda. Sesaat, tak kuasa kutahan isak tangisku, kuadukan kegundahanku padanya. Ia hanya menyuruhku untuk berdzikir dan tenang, sebelumnya kuputuskan untuk memintanya mengantarku ke dokter. Aku sungguh tak bisa tenang sama sekali. Mamaku belum apa yang terjadi, aku tak sanggup menelefonnya karena aku yakin tak akan mampu menjelaskannya tanpa rasa panik.

Sorenya, kedua mertuaku menjemputku untuk ke dokter. Menunggu lama di tempat prakter dr. Okky Sofyan di Kinara Clinic, akhirnya jam 7 kurang aku masuk ruangannya. Segera setelah di USG, terlihatlah kantung janinku sudah mendesak ingin keluar, posisinya sudah berpindah. Dokter masih member opsi untuk mempertahankan, namun resikonya adalah kehamilan anggur yang berbahaya bagi sang ibu dan beresiko tinggi bayi yang lahir tak sempurna.

Sungguh dokterku adalah seorang yang begitu religius. Melihat citra dari USG, dia berkata sepertinya Allah berkehendak lain. Biarlah rahim ibu mengandung benih yang sempurna, yang jauh lebih bagus dari ini. Saya sarankan ibu untuk ikhlaskan saja, nanti diganti dengan yang lebih baik, insya Allah.

Yaa Allah..

Yaa Mushawir..

Yaa Rohman..

Yaa Rahiim..

Engkau-lah yang Maha Membentuk. Maha Pengasih. Maha Penyayang. Engkau yang tahu sebaik-sebaiknya untukku dan bayiku kelak.

Dokter mengajakku untuk bersyukur bahwa Allah telah menunjukkan yang terbaik untukku di awal-awal kehamilanku. Dramatis. Baru kemarin dia menuliskan diagnosa di kwitansi pembayaran dengan “USG Hamil 4 Minggu”, mala mini tulisan yang tertera di kwitansi adalah “Abortus Sipien” atau kurang lebih berarti keguguran spontan.

Aku percaya, walaupun berat rasanya merelakan dokter untuk memberiku obat pembersih rahim (tanpa kuretase), namun inilah jalanku. Allah sudah sedemikian baiknya memberikan petunjuknya. Jauh sebelum itu, Allah sungguh sayang padaku dengan menghijab doaku untuk merasakan menjadi perempuan yang sesungguhnya, yang bisa hamil dan melahirkan anak yang sehat sempurna fisik, rohani, mental, dan jiwanya. Allah memberiku kesempatan untuk merasakan indahnya masa kehamilan, memberiku harapan bahwa aku juga bisa hamil seperti kodrat perempuan lain. Allah juga menghijab doaku sejak pertama aku merasakan diriku hamil, aku meminta kesempurnaan tumbuh kembang jabang bayiku kelak dan kehadirannya membawa kebahagiaan bagi kami dan seluas-luasnya umat. Ternyata mungkin nanti bayiku tak dapat menjadi seperti itu, maka Allah pun berkehendak lain.

Subhanallah..

Akhirnya kuberanikan diri juga memberi tahu kedua orang tuaku, setelah kuperoleh jawaban pasti akan masalahku ini. Malamnya, suamiku pulang begitu larut. Sebelum kami tidur, kuajak suamiku mengelus perutku untuk mengikhlaskan kepergianku calon bayi kami. Kuajaknya bicara, “Sayang, ayah dan bunda sangat sayaang sekali sama kamu. Kita berdua gak sabar rasanya pengen ketemu kamu. Tapi kamu tahu kan, kalau Allah jauh lebih menyayangi kita bertiga. Dia mau yang terbaik untuk kita, Sayang. Ayah dan bunda ikhlasin kamu pergi. Maafin bunda kalau selama ini belum bisa melindungimu dengan baik. Insya Allah, Allah akan menggantimu dengan yang jauh lebih baik.”

Kuputuskan untuk berduka selama dua hari ini saja. Aku tak mau larut dalam kesedihan. Allah menunjukkan kebesaran-Nya, seharusnya aku sebagai orang yang beriman berpikir dan kembali menjalani hidup dengan lebih baik. Sempat kemarin ketika hatiku was-was, kubuka Kitab Suci Al-Qur’an secara random, dan kudapati surat yang menjelaskan terjadinya manusia, bagaimana benih tertanam dalam rahim yang kokoh. Ah, rupanya Allah ingin memberiku semangat bahwa rahimku kokoh walau ternyata benihnya tidak sempurna. Bahwa ternyata ketakutanku selama ini untuk tidak dapat hamil ternyata salah. Aku merasakan tak terbatasnya kuasa-Nya. Memberikan disaat kami tidak terlalu mengharapkannya, dan mengambilnya disaat kami mulai sangat menyayanginya.

Allahu Akbar. .

Walau singkat, begitu kami syukuri titipan-Mu, ya Allah. Kami tidak berhak untuk berburuk sangka pada-Mu, karena kami ikhlas dan yakin, bahwa Kau sangat menyayangi kami dan hanya ingin kami selamat dunia dan akhirat. Kami sudah berjanji untuk menjalankan hidup dengan memperoleh ridho-Mu, ya Allah. Bila ini jalan yang Kau ridhoi, maka kami ikhlas menerimanya. Insya Allah, kami percaya Kau akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik.

Pagi ini air mataku masih sering menetes tak terbendung. Suamiku memelukku erat sebelum dia pergi ke kantor. “Aku gak mau sendirian hari ini..aku mau ikut ke kantor..” rengekku. Dia berkata sesaat setelah sahabatnya meninggal, ustadz berkata bahwa kita yang ditinggalkan harus sabar. Yang meninggalkan hanya berpindah alam. Berkali-kali suamiku mengajakku untuk sabar. Insya Allah, aku ikhlas dan sabar menerima keputusan Allah ini.

Seperti pelajaran yang kupetik dari Tauziyah Ustadz Jeffry beberapa waktu lalu ketika berbicara mengenai kehilangan orang yang disayangi. Ia mengibaratkan orang terdekat kita adalah sepeda. Apabila ada tetangga kita hendak keluar kota dan menitipkan sepedanya sesaat, apakah pantas kita untuk marah atau protes bila sepedanya diambil kembali sekembalinya dari luar kota? Tentu tidak, karena sepeda itu bukannlah milik kita, itu hanya titipan sementara.

Rupanya tetanggaku hanya menitipkan sepedanya sebentar saja ke kami.

Alhamdulillah.

Jumat, 24 April 2009

aku jatuh lagi

Aku tak peduli bila orang lain yang curiga.
Aku tak ambil pusing pertanyaan orang lain.
Bagiku, orang lain cukup tidak mengerti saja.

Namun, menyesakkan sekali bila pasanganku sendiri tidak memercayaiku.
Entah bagaimana lagi caraku untuk meyakinkannya, bahwa aku sama mengharapkannya seperti dia.
Anak kami.
Hatiku mulai lelah.
Lelah sekali berharap sesuatu yang tak kunjung hadir.
Lelah sekali menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Berada di tengah-tengah perbincangan-perbincangan itu.
Lelah sekali dinilai macam-macam.
Lelah untuk meyakinkan pasanganku bahwa perasaan kami sama.
Lelah membuka matanya untuk mengerti bahwa aku butuh pelarian, sama seperti dirinya.

Setiap pundi-pundi yang kuhasilkan selain untuk ibadah,
kuniatkan untuk membantuku meraih impian itu.
Sudah lama padam api ambisiku untuk mengejar karir yang tak ada habisnya.
Sudah lama kupendam keinginanku untuk menghabiskan banyak waktu bekerja untuk orang lain.
Satu-satu. Semua ada waktunya. Kini waktuku untuk benar-benar mendambakan anak.
Mengapa tidak ada yang percaya?
Mengapa dia tidak percaya?

Semoga Allah memberiku kekuatan untuk terus bertahan.
Aku hidup hanya untuk-Nya.
Kuyakin, inilah jalanku untuk menjadi kekasih-Nya.
Kuyakin, Dia hanya ingin yang terbaik bagiku, karena Dia menyayangiku.
Semua yang terbaik tidak datang cepat bagiku.
Bila kurunut hidupku, dulu begitu kudambakan pasangan hidup yang terbaik bagiku.
Lama kumenanti hingga akhirnya doaku dikabulkan-Nya.
Pasanganku adalah yang terbaik bagiku.
Pasanganku adalah jodohku dunia akhirat, insya Allah.

Semoga pasanganku juga mengerti bahwa aku selalu menginginkan yang terbaik baginya.
Bagiku, membuatnya bahagia adalah segala-galanya.
Semoga Allah mencukupkan umurku untuk merasakan bahagianya menjadi seorang bunda.

Kamis, 26 Maret 2009

me and my pains

Just when I thought I'd started to regain my life.
Got everything back on track.

Not entirely true.

I just learned that when anyone or anything annoys me,
my soul would quickly fight against them, yell the hell out of me.
By crying, what else.
And eventually, gathering all the thoughts and fears of not yet having any baby.

I've come to my worst state of mind just now.
I asked God to take me now.

And I hated myself for having that thought.
Yet, I was so helpless, almost hopeless.
I started to question what I'd done to deserve all this.
My faith was gone somewhere out of my soul.
I asked it to return soon because I knew I'd betray my promise to be a strong person.
I was too weak to resist.

No, I don't want God to take me now.

I haven't done my business yet here in this world.
I haven't done what I'm supposed to be doing, not just yet.
I will only leave Him to decide for everything I've done in life.
I've prayed for.

I need to be strong.
I'm a strong woman who was taught to survive.
This is just a matter of time.
I shall refuse to surrender.
This is just what my life is supposed to lead.
If I don't complain for all the great things He has given me, why should I complain for all the pains?
Me and my pains, will only make things balanced.

I have to stop my tears somehow before they're taking control of me.
I am strong.
I know I'll stay strong throughout all the waits and even pains.
I know they will all taste sweet in the end, if I can just be patient.
I don't want to lose my faith ever again.

Rabu, 25 Maret 2009

take it easy, sweet pie

It may sound easier said than done, but really,
since God moves in mysterious ways, why bother taking over His tasks?
Let Him be the one to decide everything we've planned, prayed for, and worked on.
So take it easy, sweet pie, says my heart, over and over again.

The progress is quite surprising, though.
Used to feel sad just to see a tv commercial about a mom and a baby, quickly switched the channel.
But now, I've managed to smile and be part of that mother's happiness holding the baby,
as if I was her and the baby was mine.

Now I'm working on how not to feel too jealous about luckier women who got pregnant more easily.
Some even didn't plan the pregnancy at all.
Again, God works in a very mysterious way when it comes to make people pregnant.
None knows why He gives child to this person and not (yet) to that person.
So take it easy, sweet pie, says my heart.

I don't want to sound ungrateful, with all the unlimited blessings He has showered me with.
I've committed to live my days without wondering why I haven't been able to meet my children, yet.
Ones that I've missed even before I see their faces.
I've promised myself I'd live the rest of my life to the most, to the fullest.
I want to happily and sincerely smile when I hear somebody's got pregnant.
I want to pray for those who haven't got as lucky as I am, not just yet.
I want to share anyone my experience, my thoughts,
anything anyone would want to know about from me.


For as much as I'm longing to hold my children,
I keep saying to myself,
take it easy, sweet pie.

Minggu, 22 Maret 2009

ibu nyai

Perempuan hampir paruh baya itu dikenal mampu menyembuhkan penyakit lewat pijatannya. Kakakku pernah menceritakan pengalaman pijit bersamanya, selain mengusir kepenatan sekujur tubuhnya, sifat-sifat buruk yang mengganggu kesehatan kita senantiasa mengalir dari bibir perempuan berjilbab itu. Terkaget-kaget dengan kebenarannya 'menebak' sifat yang musti diperbaikinya, kakakku merekomendasikannya kepadaku.

Sabtu kemarin, akhirnya aku bertemu dengannya. Baru beberapa saat setelah ia memijat kakiku, mengalirlah kata-kata yang sedikit membuatku tersentak. Menurutnya, aku terlalu tegang. Otot-otot tegangku seakan mengiyakan perkataannya. Menurutnya, aku terlalu berpikir keras untuk mendapatkan keturunan. Menurutnya, aku kurang berpasrah diri kepada-Nya. Aku tak dapat mengelak penilaiannya. Kuakui, memang rasanya pikiran untuk memiliki anak ini begitu membelenggu hari-hariku. Tak sedetik pun kulewati waktu tanpa memikirkannya. Kuhitung-hitung usiaku yang tahun ini akan menginjak 30, yang berarti semakin berkurang saja kesuburanku. Kupertimbangkan bagaimana nanti anakku apabila kau merawatnya di usia yang tidak lagi muda. Dan yang paling menyesakkan, hampir tiap malam bila kuterjaga dari tidurku, kupandangi suamiku yang terlelap. Kusentuh urat-urat lelahnya. Air mata pun jatuh mengiringi kepedihanku melihat laki-laki yang sangat kusayangi ini belum bisa menikmati kebahagiaan seutuhnya menjadi seorang ayah. Hanya dengan memikirkan ini saja sudah dipastikanh aku akan menangis. Belum lagi mendengar ceritanya tentang teman-temannya yang sudah memiliki anak. Bagaimana bisa tidak terenyuh hatiku?

Bu Nyai tak henti-hentinya bicara mengenai kepasarahan sepanjang sesi pemijatannya. Katanya, sudah pasrahkan saja kepada Allah, Dia yang lebih tahu semuanya. Tidak usah ikut memikirkan semua, pasti akan ada jalannya, dengan cara apapun. Berbagai kisah nyata perjuangan mendapatkan anak pun ia beberkan, mulai dari yang berhasil setelah bertahun-tahun, hingga yang akhirnya mengadopsi atau merawat anak orang lain.

Aku percaya, Bu, Allah Maha Adil, begitu kataku. Dari sekian banyak doaku, sekian banyak yang sudah dihijab-Nya, kenapa yang satu itu belum juga dikabulkan? Karena aku yakin Allah hanya mau memberi yang terbaik untukku, untuk kami, untuk dunia dan akhirat kami. Mungkin ini cara-Nya untuk senantiasa mendekatkanku pada-Nya, untuk memperbaiki kualitas ibadahku untuk-Nya sebelum akhirnya aku dipanggil. Aku berusaha mensyukuri semua nikmatnya yang begitu berlimpah Dia berikan, Bu. Percayalah, dalam hidupku, alhamdulillah aku senantiasa diberi kemudahan. Semua berjalan sesuai keinginanku. Aku diberi suami yang sangat baik, yang sesuai dengan impianku dulu, yang selalu membimbingku di jalan-Mu dan insya Allah jodohku dunia dan akhirat. Aku diberi orang tua yang sangat menyayangi dan mengasihiku, mendukung keputusan yang terbaik untukku dan mengingatkanku untuk dekat dengan-Mu. Keluargaku yang hangat, penuh kasih dan sayang, perhatian, dukungan, semua begitu indah. Dalam hatiku, bahkan ketika kami mengidamkan untuk tinggal di apartemen pun, Allah mengabulkannya dengan melancarkan segala urusan kami. Banyak hal yang sepertinya tidak masuk akal dan perhitungan kami, namun dijadikan-Nya mungkin terjadi. Jadi aku percaya, Bu, insya Allah memang ini jalan terbaik bagi kami.

Tapi sayangnya, saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, otak yang tak berhenti berhitung, mengandalkan perhitungan ala manusia yang tentunya tidak ada apa-apanya dengan kuasa-Nya. Akal manusia yang sangat terbatas tak sebanding dengan perhitungan-Nya. Mengapa aku harus repot-repot mengerjakan tugas-Nya ya Bu? Kenapa tidak aku pasrahkan saja ya semua kepada-Nya? Toh Allah yang sekali lagi tahu yang terbaik untuk umat-Nya. Toh Dia selalu memberikan yang terbaik untuk umat-Nya. Kita saja sebagai manusia yang tidak dapat mengartikan kebesaran-Nya dengan tepat.

Tiba-tiba ibu itu bertanya dimana aku mengajar. Kaget juga, karena belum pernah aku berbicara tentang salah satu profesiku itu, bagaimana dia bisa tahu?

Menurutnya, semua organ reproduksiku dalam kondisi yang sangat baik, alhamdulillah. Hanya maagku yang sedikit bermasalah, maka aku pun diminta tidak makan yang pedas dan terlalu asam supaya tidak memperparah kondisi lambungku. Tak putus-putus kuucapkan puji syukur kepada-Nya. Jadi, katanya, seharusnya tidak ada lagi yang harus kukhawatirkan. Dengan mengetahui semuanya baik-baik saja, namun belum juga aku dikaruniai anak, berarti kesimpulannya, ya Allah memang belum menghendaki saja. Waktunya belum tepat sekarang, menurut-Nya. Insya Allah, Dia-lah yang paling mengetahui kapan waktu yang terbaik. Ibu Nyai tak henti menganjurkanku untuk terus berserah diri, biarkan Dia yang memutuskan, kita hanya manusia, berhenti berhitung, berhenti memikirkan, jangan tegang, santai saja, nikmati hidup, syukuri nikmat-Nya.

Ah, sekali lagi aku tersentak. Meratapi anakku yang tak kunjung datang dan mengabaikan nikmat-Nya, memang terdengar tidak bersyukur sama sekali. Sebagai mahluk hormonal, perempuan yang begitu bergantung terhadap hormon, maka aku berjanji dalam hatiku, untuk memberikan kondisi hormon terbaik bagi sistem tubuhku untuk menciptakan kenyamanan calon bayiku kelak. Semoga Allah senantiasa menunjukkan jalan yang terbaik bagi kami, jalan yang diridhoi-Nya, karena kupercaya, apapun yang kulakukan di dunia sementara ini, hendaknya kuniatkan karena Allah ta'ala, tiada yang lain.

Kamis, 19 Maret 2009

terapi akupresure, suatu semangat baru


Hari ini aku menjalani lagi cara alternatif untuk mendapatkan anak, setelah hampir setahun menjalani tindakan medis yang pastinya tak bisa lepas dari obat.

Hampir setahun dan dua inseminasi kemudian, masih belum ada tanda-tanda datangnya anak kami tersayang. Sempat juga kuselingi pengobatan dokter dengan pijat refleksi oleh Ncek Abu di daerah Bandengan. Jauh memang, lumayan mahal pula, apalagi sakitnya minta ampun. Satu-satunya hiburannya adalah durasi pijatnya yang tidak lebih dari 10 menit.

Mungkin menurut laki-laki hokkian itu kalau lebih dari 10 menit, air mata pasien yang terkuras akan menyebabkan dehidrasi hebat. Percaya bahwa semua harus ditempuh dengan sholat, sabar dan ikhtiar, maka setelah browsing sana-sini, kutemukan pengobatan akupesure Ibu Yuli, dengan metode yang tidak jauh berbeda dengan pijat refleksi ala Abu yang menyakitkan, pikirku. Satu hal yang membuatku bersemangat menjalaninya, terapi ini tidak memperbolehkan pasien mengkonsumsi obat atau setidaknya 5 jam sebelum terapi. Ini berarti aku terbebas dari obat-obatan dokter ataupun ramuan-ramuan herbal yang banyak juga ditawarkan pengobatan alternatif lain. Sebenarnya aku masih sayang dengan dokter obgyn-ku, dr. Karel, namun yang kukhawatirkan adalah konsumsi obat-obatan yang terus-menerus yang dapat memicu kista atau yang lebih seram lagi, kanker. Dengan pengetahuan medis seadanya, kuputuskan untuk berhenti sejenak dari bahan-bahan kimia itu. Dari selebaran akupresure Ibu Yuli ini aku paham bahwa tujuan pengobatan ini adalah membuat tubuh kita berfungsi sebagai obat bagi segala macam penyakit kita. Intinya, pemijatan dilakukan di titik-titik dalam rangka menstimulasi tubuh kita mengeluarkan "obat-obat" alami yang dibutuhkan untuk kesembuhan.
Menarik. Sayangnya, terapinya tidak semenarik fungsinya. Bayangkan pijat Abu yang hanya 10 menit tapi cukup membuat mulut mengucap kata tobat berkali-kali, terapi ala Ibu Yuli berlangsung selama 1 jam!

Dengan media bambu kecil yang ujungnya sedikit lancip, titik-titik saraf di kaki pun harus rela menerima perlakuan yang lumayan membuatku berulang kali menarik nafas panjang (pelajaran menahan sakit yang kupelajari dari dokter sabarku, dr. Karel) dan mengucap istighfar tentunya. Bedanya dengan Abu, aku tidak menangis sama sekali. Bangga sekali rasanya, bahkan ketika titik sensitif perempuan, yaitu rahim dan ovarium, ditekan-tekan tanpa perasaan.

Setengah jam lebih kedua telapak kakiku harus kupaksa kesakitan, kasihan mereka. Rupanya pengobatan ini sesuai sekali dengan moto hidupku, bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. Selesai mendapatkan semua perlakuan menyakitkan tersebut, terapis memijat lenganku, kemudian aku diminta telungkup dan mulailah punggungku, pundak, kepala penatku dipijat dengan nikmatnya. Membuatku tersenyum puas karena tidak perlu lagi keluar biaya untuk creambath hanya untuk dipijat pundakku. Setelah sesi terapi selesai, tidak henti-hentinya aku diingatkan untuk menghindari kaki terkena air sebelum satu jam, dan mandi baru diperbolehkan setelah dua jam.

Aku dianjurkan untuk rutin terapi paling tidak tiga kali seminggu untuk hasil yang maksimal. Sama seperti ahli pengobatan lain, terapisku pun sempat mengucap semoga bulan depan aku sudah tidak bertemu haid bulanan lagi alias sudah hamil. Sama seperti ahli pengobatan lain, mereka senang membesarkan hati pasiennya. Aku hanya berharap semoga mereka dilimpahi pahala yang melimpah karena telah menyalakan kembali api harapan yang senantiasa padam. Aku percaya lewat tangan-tangan merekalah Allah berkehendak. Diam-diam aku bersyukur, ternyata aku masih punya semangat untuk terus berikhtiar dan berdoa. Ternyata genangan air mataku tidak sampai melunturkan asa ini. Sekali lagi aku bangga pada diriku.